Jumat, 08 November 2013

Deklamasi dan Pementasan Karya Sastra Anak-anak

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
            Deklamasi pusi puisi merupakan suatu yang banyak dilakukan oleh seorang deklamator. Namun, belum banyak orang yang mengetahui perbedaan deklamasi dan membaca puisi. Serta unsure-unsur yang terdapat pada deklamasi puisi anak-anak. Pementasan adalah suatu yang sangat erat kaitannya dengan karya sastra anak-anak . Dalam mementaskan suatu karya sastra diperlukan teknik dalam mementaskannya serta penataan artistik yang tepat.
            Materi ini menjadi modal awal bagi Anda yang ingin menjadi pengajar bahasa Indonesia yang baik di SD, karena dengan dikuasainya materi ini Anda telah memiliki kemampuan yang dapat mendukung tugasnya dalam membimbing anak didiknya sehingga semakin mahir mengapresiasi sastra anak-anak seara produktif. Selain itu, Anda akan semakin luas wawasannya tentang nilai-nilai pengalaman kemanusiaannya dan semakin tumbuh sikap positifnya terhadap sastra anak-anak. 
1.2   Rumusan Masalah
a.      Apakah pengertian dari deklamasi?
b.      Apakah syarat mendeklamasikan puisi?
c.       Apakah pengertian drama?
d.      Apakah dasar-dasar pementasan drama Anak-anak
1.3    Tujuan
a.      Untuk mengetahui pengertian dari deklamasi.
b.      Untuk mengetahui syarat mendeklamasikan puisi.
c.       Untuk mengetahui pengertian drama.
d.      Untuk mengetahui dasar-dasar pementasan drama anak-anak


BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Pengertian Deklamasi
                 Kata “deklamasi“ berasal dari bahasa Inggris “declamation” yang berarti penyuaraan sesuatu lewat suara. Secara umum, deklamasi merupakan suatu kegiatan membawakan atau menyampaikan puisi atau prosa secara lisan disertai mimik, intonasi, dan gerak jasmaniah yang wajar sesuai konteks makna larik atau yang dituturkan. Aspek-aspek tersebut harus saling menunjang dan atau saling melengkapi dalam menciptakan suasana deklamasi yang dapat memukau para penonton.
                 Junaedi (1989) mengemukakan beberapa perbedaan antara baca puisi dan deklamasi dari berbagai segi: (1) baca puisi sipembaca memegang naskah puisi sedang deklamasi tidak memegang naskah puisi sehingga dapat berkonsentrasi dengan baik melakukan gerak jasmaniah secara bervariasi, (2) pada baca puisi, jumlah dan panjang puisi yang dibaca lebih banyak dan panjang daripada deklamasi, (3) pada baca puisi faktor suara/intonasi banyak berperan, sedang deklamasi disamping intonasi juga faktor mimik dan gestur atau gerak jasmaniah, (4) baca puisi relatif untuk diri sendiri dan orang lain, sedang deklamasi semata-mata untuk orang lain.

        2.2  Syarat Mendeklamasikan Puisi
      Menurut Ali (1982) syarat yang harus dipenuhi seorang pembaca/deklamasi pusi adalah sebagai   berikut:
a.      Mempunyai kemampuan teknis
            Kemampuan teknis yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang pembaca atau deklamator puisi yang baik adalah suara yang jelas, vokal yang sempurna, mahir membentuk irama, mampu mengubah warna suara secara dan menarik.
b.       Penguasaan mimik
            Seorang deklamator harus memiliki kemampuan mengubah-ubah raut muka yang alamiah dan wajar sesuai makna larik atau bait puisi yang dideklamasikan, mimik marah, mimik takut, mimik terharu, mimik sedih, mimik.heran, dan sebagainya.



c.        Penguasaan gestur
             Seorang pembaca atau deklamator puisi harus memiliki penguasan gerak anggota tubuh (gestur) secara reflek dan pantas sesuai isi larik puisi yang dideklamasikan. Fungsinya sebagai komplementer bagi pelafalan dan intonasi larik/baik yang dilantunkan.
d.      Penguasaan memahami puisi dengan tepat
             Salah memahami isi suatu sajak yang dideklamasikan akan berpengaruh terhadap lafal-intonasi, mimik, dan gerak tubuh yang ditampilkan. Karena itu, seorang pembaca/ deklamator puisi harus memiliki kemampuan memahami isi, suasana, sikap pengarang yang tersembunyi dalam puisi yang di deklamasikan

2.3  Deklamasi dan Unsur Penilaiannya
            Menilai dan menentukan suatu deklamasi yang baik perlu memperhatikan berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut, menurut Ali (1984) meliputi aspek interpretasi dan presentasi. Interpretasi meliputi: visi, artikulasi, dan intonasi, sedang presentasi meliputi: vokal, gestur atau gerak, tekanan, volume suara, ekspresi mimik. Sedangkan menuurut Aminuddin (2004) bahwa aspek-aspek yang diiperhatikan dalam menilai suatu deklamasi adalah (1) aspek pemahaman dan penghayatan tentang makna, suasana penuturan, sikap pengarang, dan intensi pengarang, (2) aspek pemaparan yang meliputi: kualitas ujaran, tempo, durasi, pelafalan, ekspresi wajah., kelenturan tubuh, dan konversasi. Berikut Unsur penilaian deklamasi puisi :
a.  Pelafalan
Pelafalan yang dimaksud adalah pelafalan bunyi vokal, konsonan secara tepat, misalnya makan tidak diucapkan makang tetapi makan, cepat tidak dilafalkan cepa’ tetapi cepat, kemana tidak dilafalkan kEmana tetapi kemana, kiri tidak dilafalkan keri tetapi kiri dan sebagainya. Di samping itu, pelafalan menyangkut pula dengan masalah kejelasan, yakni pelafalan bunyi vokal, konsonan, dengan volume suara yang jelas dan sempurna, misalanya vokal /o/ dilafalkan denga suara yang keras atau jelas serta dengan bentuk mulut yang tidak setenga bundar.
b. Intonasi
            Intonasi yang dimaksud kaitannya dengan deklamasi puisi bukan hanya berkaitan dengan aspek panjang pendeknya suara (tempo), tinggi rendahnya suara (nada) melainkan juga termasuk keras lembutnya suara (tekanan) dan perhentian suara sejenak (jeda) pada saat mendeklamasikan larik atau bait puisi. Keseluruhan aspek tersebut tentu nampak secara keseluruhan sebagai suatu komponen yang saling berhubungan secara utuh.

c. Ekspresi Wajah (mimik)
            Mimik adalah perubahan raut wajah sesuai konteks makna dan suasana Puisi atau prosa yang dibaca. Penampakan mimik yang tepat merupakan cerminan dari tingkat pemahaman dan penghayatan makna dan suasana penuturan, dan sikap pengarang karya sastra tersebut. Ekspresi wajah (mimik) dalam deklamasi sastra dapat terdiri atas beberapa macam, antara lain, mimik sedih, mimik marahh/tegas, mimik gembira, dan sebagainya.
d. Gestur (kelenturan tubuh)
            Yakni kemampuan pembaca menguasai anggota tubuh dalam menggerakkannya secara lentur, refleks namun kelihatan wajar dan alamiah sebagai sarana penunjang. Gestur atau gerak jasmaniah harus selalu sejalan dengan pemaparan intonasi dan perasaan pembaca, misalnya saat membaca larik puisi gunung yang tinggi, tangan menunjuk ke atas secara lentur dan refleks, pada saat membaca larik /sungai yang berkelok-kelok/ tangan bergerak berkelok-kelok secara lentur dan refleks dan sebagainya
e. Konversasi
            Berdeklamasi di hadapan khalayak penonton secara langsung menurut Aminuddin (2004) pada hakikatnya sedang berkomunikasi dengan penikmat itu sendiri. Olehnya itu, deklamator selayaknya memperhatikan sikap yang dapat menumbuhkan suasana simpatik dan keakraban antara dirinya dengan khalayak penonton, misalnya penciptaan kontak lewat pandangan mata, pengaturan posisi tubuh, pengaturan gerak-gerik tubuh secara wajar.


2.2  A.   Pengertian Drama
            Hermawan (1988:2) bahwa “drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan aksi di hadapan penonton.” Sehubungan dengan drama sebagai salah satu karya sastra, oleh Sumardjo (1984) memiliki unsur-unsur: tema, plot, latar, karakter, dialog, pembagian waktu, efek, dan retorika. Unsur-unsur tersebut saling mendukung dalam membentuk suatu sistem yang kompak. Namun demikian Japi Tambojang (dalam Tjahyono dan Setiawan, 1998: 6.3) menyatakan bahwa secara teknis naskah drama dibangun dua komponen penting yaitu wawancang dan kramaagung.
            Wawancang adalah suatu percakapan yang harus dihapal oleh aktor yang disertai pemahaman intonasi yang tepat. Dalam wawancang atau dialog tentu harus dipahami suasana emotif yang menyertainya sepoerti jengkel, terharu, marah, sedih, bangga, bimbang, dan sebagainya. Sedangkan kramagung merupakan instruksi yang membantu aktor untuk berakting di atas panggung dengan tepat sekaligus sebagai rambu-rambu atau petunjuk bagi penata panggung mempersiapkan tempat pementasan yang sesuai latar adegan atau babak yang akan dipentaskan.
B. Teknik Mementaskan Drama
1.              Teknik Muncul
            Cara pemain memunculkan diri pada saat tampil pertama kalinya di atas pentas dalam satu drama babak, atau adegan. Pemunculan tersebut memberi kesan pada para penonton sesuai peran yang dimainkan. Jika memerankan seorang ustadz, dia harus memperlihat diri sebagaimana layaknya ustadz, berpakaian muslim dengan tutur kata yang lemah lembut sesuai dan prilaku kelihatan sopan dan santun kepada siapa pun.
2.             Teknik memmberi Isi
            Teknik ini harus terpadu dengan teknik jasmaniah seperti mimik, sikap, gerak anggota badan lainnya (gestur).Pengucapan suatu kalimat dengan penekanan makna tertentu melalui tempo, nada, dinamik, misalnya :
·         DIA sangat baik padaku (bukan saya atau mereka)
·         Dia SANGAT baik padaku (bukan kurang atau cukup)
·         Dia sagat BAIK padaku ( bukan tidak baik )
·         Dia sangat baik PADAKU (bukan orang lain tapi padaku)


           
3.        Teknik Pengembangan
            Teknik membuat drama bergerak dinamis menuju klimas atau drama tidak datar. Teknik terbagi atas beberapa teknik yang intinya menyangkut penggunan pengucapan dan jasmaniah, (a) Teknik pengembangan pengucapan: seperti menaikkan volume suara atau sebaliknya, menaikkan tinggi nada suara atau sebaliknya, menaikkan kecepatan tempo suara atau sebaliknya (b) Teknik pengembangan jasmaniah, yakni
- Menaikkan posisi jasmaniah, dari duduk menjadi berdiri lalu berjongkok dan seterusnya
- Dengan cara memalingkan kepala, tubuh atau seluruh tubuh
- Dengan cara berpindah tempat dari kiri ke kanan , dari belakang ke depan, dan sebagainya.
- Dengan cara menggerakan anggota badan tanpa berubah tempat seperti menggerakkan kaki atau jari
- Dengan ekspresi wajah (mimik) untuk mencerminkan emosi tertentu, misalnya mata sendu, muram untuk mengekspresikan kesedihan dan sebagainya.
4.      Teknik Timing
            Tekni ini merupakan ketepatan hubungan antara gerakan jasmaniah dengan kata-kata atau kalimat yang diucapkan dalam waktu yang singkat atau sekejap, misalnya:
- Bergerak sebelum mengucapkan kata-kata tertentu, seperti menepuk kepala “aku lupa, maaf!’
- Bergerak sambil mengucapkan sesuatu seperti menepuk kepala sambil mengucapkan “Aku lupa, maaf!”
- Bergerak setelah mengucapkan sesuatu seperti “Aku lupa, maaf!” lalu menepuk kepala.
5.      Teknik Penonjolan
Penonjolan isi merupakan teknik dimana seorang pemain harus memahami pada bagian mana suatu kalimat yang perlu ditonjolkan pada saat diucapkan. Seterusnya pada bagian mana dalam suatu adegan/babak yang perlu ditonjokan. Hal ini agar penonton dapat menikmati pementasan dengan penuh keharuan.


2.3  A. Dasar-dasar Pementasan Drama Anak-anak
Sebelum bermain drama anak-anak, Junaedi (1989) dan Ramelan (1982) mengemukakan beberapa dasar-dasar pementasan yang perlu dikuasai dengan baik supaya pemntasan dapat menarik simpati penonton. Dasar-dasar tersebut sebagai berikut.
(1)    Penguasaan Vokal
Seorang calon pemain drama harus menguasai pelafalan bunyi konsonandan vokal sesuai artikulasinya secara tepat dan sempurna. Disertai suara yang jelas dan keras.. Penguasaan vokal ini biasanya di tempat terbuka untuk mengulang-ulang vokal tertentu sampai sempurna pengucapannya.
(2)  Penguasaan Mimik.-Intonasi Dasar
Seorang calon pemin harus menguasai mimik dasar seperti mimik sedih, gembira, marah. Mimik marah biasa ditandai dengan mata melotot, muka kemerah-merahan, kening berkerut, mimik sedih ditandai dengan wajah muram, pandangan mata sayu, dan mulut tertutup, sedang mimik gembira ditandai muka yang bercahaya, mata bersinar, dan mulut terseyum.Di samping mimik harus pula menguasai intonasi dasar sedih (tempo lambat-nada rendah- tekanan lembut) intonasi marah (tempo cepatnada tinggi- tekanan keras) dan intonasi gembira (tempo-nada-tekanan bersifat sedang).Mimik dan intonasi sangat mendukung peran yang dimainkan.
(3)   Penguasan Kelenturan Tubuh
Tubuh seorang pemain drama harus lentur atau elastis sehingga dalam memainkan peran tertentu tidak kelihatan kaku. Untuk mencapai penguasaai tubuh yang elastis, perlu melakukan serangkaian gerakan seperti berlari cepat dalam jarak dekat, bolak balik ke utara, selatan, timur, barat, ke segala penjuru. Berjalan dengan menggambarkan perasaan sedih, jalan kepayahan membayangkan berjalan di padang pasir hingga jatuh bergulingan, dan seterusnya.
(4)  Penguasaan Pemahaman Watak Peran
Suatu peran menjadi hidup bila aktornya memiliki penguasaan pemahaman dan penghayatan watak peran yang tepat. Untuk memperoleh pemahaman watak peran yang tepat, perlu mengadakan analisis peran berdasarkan naskah, seperti memahami alur cerita, pengenalan, permasalahan, klimaks , dan penyelesaian lalu mencatat peran yang akan dimainkan. Selanjutnya, mencatat secara lengkap tentang umur, pekerjaan, ligkungan keseharan, latar belakang keluarga, tingkat pendidikan dan kepribadian peran yang akan dimainkan. Watak tersebut dibayangkan sedalam-dalamnya sehingga pada saat memainkan peran tersebut, watak pribadi aktor terganti dengan watak peran yang semestinya diperankan.

(5)  Penguasaan pemanggungan
Penuguasaan pemanggungan sebagai suatu yang harus dimiliki oleh setiap pemain dama, antara lain berkaitan dengan:
(a)  teknik muncul pada saat pertama kali aktor tampil di panggung sesuai peran yang dimainkan Pemunculan itu befungsi memberi kesan simpati bagi penonton;
(b)   bloking, yakni penguasaan masing-masing aktor tentang daerah gerakannya di atas panggung sehingga panggung kelihatan tak berat sebelah;
(c)     penguasaan cahaya dan bunyi, yakni aktor perlu penguasaan menyesuaikan diri dengan perubahan cahaya dan bunyi (sound system) di atas panggung.
            Sebelum mementaskan drama tentu harus membaca dan menelaah naskah secara cermat supaya bisa beracting sesuai peran yang ditugaskan oleh sutradara. Namun demikian, agar kita mampu memainkan peran diberikan perlu mengetahui langkah-langkah mementaskan drama, yakni sebagai berikut.
(a)  Menganalisis dan menyimpulkan bentuk tindakan pokok yang akan diperankan dalam pementasan di atas panggung, misalnya menendang kaki seseorang hingga terjatuh, menangis tersedu-sedu saat menyaksikan ibunda tercinta di rumah sakit sedang diopename dan kaget saat melihat suatu peristiwa tertentu, sebagainya.
(b)  Menganalisis dan menyimpulkan sifat atau watak yang akan diperan dalam pementasan misalnya sebagai ibu yang lembut atau ibu yang keras dalam mendidik anaknya, atau bapak yang penuh perhatian kepada anak-anaknya dan sebagainya.
(c)   Mencari dalam naskah atau adegan/babak tentang bagian-bagian yang perlu yang ditonjolkan, baik dalam bentuk penonjolan pengucapan maupun dalam bentuk penonjolan jasmaniah.
(d)  Menciptakan ekspresi wajah atau mimik muka, atau sikap yang mendukung watak peran yang dimainkan sehingga peranan yang dibawakan memukau penonton.
(e)  Menganalisis naskah untuk menciptakan timing (berbicara sebelum bergerak, bergerak sambil, bicara, atau bergerak lalu berbicara) yang tepat dan sempurna saat pementasan. Sehinga penonton dapat menikmati keindahan pementasan yang di dalamnya terkandung pesan yang dapat memperkaya rokhaninya




B. Tata Artistik Pementasan Drama
            Pementasaan drama memerlukan tata artistik agar nampak memakau penonton. Tata artistik menurut Tjokroatmojo dkk (1984) yang perlu diperhatikan dalam pementasan drama ada lima macam. Kelima jenis tata artistik tersebut dapat dilihat secara utuh dan jelas pada skema berikut.
(a) Tata artistik rias wajah
Tata rias merupakan salah satu bagian yang menunjang pemain dalam memerankan suatu peran. Dengan tata rias wajah, membantu mengubah aktor muda memerankan aktor yang kelihatan tua sekali , aktor yang sehat kelihatan sakit, atau aktor muda kelihatan sangat tampan atau sangat cantik sehingga semakin menarik perhatian penonton

(b) Tata artisitik busana
Dengan tata busana yang relevan dengan peran yang dimainkan, secara tak langung mencerminkan karakter atau pribadi pemain bersangkutan. Melalui tata busana yang tepat, seorang aktor
diketahui kepribadian atau karakternya, profesi, pendidikan, kegemaran, umur dan sebagainya. Di samping itu, tata busana akan semakin memberikan nilai keindahan, efek visual yang menarik saat pementasan.
(c) Tata artistik musik
Apa yang dimaksud dengan tata musik? Tata musik merupakan iringan musik atau ilustrasi seni suara yang mengantar suatu adegan / babak sehingga peristiwa yang digambarkan semakin hidup, jelas dan menarik. Misalnya, drama yang mengisahkan kepahlawanan akan lebih menarik jika diringi dengan lagu-lagu kepahlawan, drama yang berkisah tentang percintaan akan lebih menarik jika diiringi lagu-lagu percintaan, atau drama yang mengisahkan nilai-nilai spiritual penonton akan lebih tertarik jika diiringi lagu yang bersyahdu rebana atau keagamaan.
(d) Tata artistik sinar /cahaya
Suatu drama yang menggunakan tata artisitik sinar yang berwarna-warni akan memberikan efek estetis yang memukau dibanding drama tanpa penataan cahaya. Melalui tata cahaya membantu permainan dalam menggambarkan peristiwa tertentu, seperti malam, pagi, sore. Selain itu, atata cahaya dapat membantupada saat menjelang memasuki pembukaan, lampu di panggung  padam sambil layar tertutup. Bersamaan layar terbuka, lampu menyala diiringi suara musik yang sesuai serta munculnya pelaku yang berdialog/ monolog .
(e) Tata artistik suara (sound system)
            Seni artistik suara (sound system) juga perlu dipersiapkan dengan cermat. Dengan seni artistik suara yang baik, suara musik, dialog atau -monolog pemain akan terdengar jernih, jelas, dan menarik, baik penonton yang berada di depan maupun yang ada di belakang. Masalah tata suara sering dianggap remeh padahal fungsinya tidak kalah pentingnya dengan aspek lainnya. Tata artsitik suara yang terganggu akan menimbulkan bebagai efek sampingan, bahkan akan menyebabkan gagalnya suatu pementasan secara total.
C. Sutradara dan Pementasan Drama
Tak dapat dipungkiri bahwa peran sutradara dalam pementasan drama sangat penting. Keberhasilan suatu pementasan drama tak lepas dari kreatifitas sutradara. Mengapa demikian? Menurut Tambojan (1981) sutradara bertanggungjawab atas beberapa peran vital yang menentukan taraf keberhasilan suatu pementasan drama. Peran sutradara tersebut adalah sebagai beikut.
(1) Memilih naskah bermutu
            Sutradara memilih naskah bermutu dengan berlandas pada nilai filsafati yakni naskah tersebut mengandung perenungan yang hakiki, segi artistik yakni naskah tersebut memiliki nilai estetis yang tinggi, segi etishumanistik, yakni naskah tersebut memiliki nilai moral yang dapat memperkaya rokhani penonton, segi komersil yakni naskah itu memiliki daya minat yang mampu memacing penonton.
(2) Menentukan penafsiran naskah
Naskah yang akan dipentaskan harus sesuai keinginan penafsiran sutradara berdasarkan naskah. meskipun penafsiran itu kadangkala merupakan hasil diskusi bersama dengan para aktor. Semua akting dan dialog merupakan anjuran atau persetujuan sutradara karena berhasil atau gagalnya banyak ditentukan oleh kreativitas, etos kerja, dan tangungjawabnya.
(3) Memilih aktor
Berdasarkan hasil penafsiran terhadap naskah, sutradara memilih dan menentuan aktor esuai postur tubuh, umur, dan jenis kelamin dankeahlian tokoh yang dinginkan dalam naskah.
(4) Melatih aktor
Setelah memilih aktor, tugas sutradara adalah menentukan jadwal latihan untuk melatih aktor kepiawian aktor dalam memainkan peran yang diembannya sebagai prapementasan final. Hal ini agar pagelaran dramaberjalan dengan tepat dan menarik.
(5) Bekerjasama dengan tim
Sutradara juga harus mampu menentukan tim yang dapat membantunya mempersiapkan tata artistik: sinar, rias, busana, musik, panggung. Tim tersebut haris memiliki jiwa kreatif dan semangat kerja yang tinggi.


BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan
             Deklamasi merupakan suatu kegiatan membawakan atau menyampaikan puisi atau prosa secara lisan disertai mimik, intonasi, dan gerak jasmaniah yang wajar sesuai konteks makna larik atau yang dituturkan. Aspek-aspek tersebut harus saling menunjang dan atau saling melengkapi dalam menciptakan suasana deklamasi yang dapat memukau para penonton. Drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan aksi di hadapan penonton. Sehubungan dengan drama sebagai salah satu karya sastra memiliki unsur-unsur: tema, plot, latar, karakter, dialog, pembagian waktu, efek, dan retorika.
3.2   Saran
                 Penulis menyadari bahwa pada penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Baik deri teknik penulisan maupun penyajian materi. Maka dari itu kritk dan saran sangat dibutuhkan untuk membangun pengalaman serta kemampuan yang lebih matang. Namun penulis berharap bahwa sedikit banyak dari makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1982. Teknik Berklamasi dan Baca Puisi. Surabaya: CV. Warga
Asmara, Adhy.1982. Apresiasi Puisi bagi Pemula. Yogyakarta: CV Nur Cahaya
Hamzah, A.Ajib. 1985. Pengantar Bermain Drama. Bandung: Rosda Karya
Halik,Abdul. Kajian Bahasa Indonesia SD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar